Berawal dari suatu Siang saat aku sendirian di rumah. Ayah, Ibu
dan adik-adikku sedang ada acara masing-masing. Aku yang memang sedang
tidak ada acara, bertugas untuk menjaga rumah. Daripada tidak ada
kerjaan dan melamun sendirian, aku berniat untuk membersihkan rumah.
“Aku mau memberikan kejutan yang baik kepada orang-tuaku…” pikirku waktu itu.
Ketika
aku sedang membersihkan kamarku (waktu itu aku masih tidur berdua
dengan Dewi, adikku yang bungsu), aku menemukan foto Dewi dengan mantan
pacarnya waktu SMU yang bernama Yogi. Keluargaku dan Yogi sudah
cukup dekat, bahkan dia sudah aku anggap sebagai adik kandungku
sendiri. Tapi sejak Dewi putus darinya dan sudah memiliki pacar baru, Yogi mulai jarang main ke rumah.
Tiba-tiba
aku yang kangen dengan Yogi karena sudah jarang bertemu, sempat
berpikir kenapa tidak aku undang saja dia main ke rumah. Kemudian aku
mengirim SMS ke nomer Yogi yang masih aku simpan di Handphone-ku.
Aku sengaja tidak memberitahukan kalau keluargaku sedang tidak ada di
rumah semuanya, termasuk Dewi. Takut saja kalau Yogi nanti merasa
segan untuk main ke rumah. Aku sebenarnya berencana mau menjodohkan
lagi Dewi dengan Yogi agar dapat berpacaran kembali. Siapa tau
dengan mengundang Yogi ke rumah semuanya akan sesuai dengan rencana.
Sesaat
setelah mengirimkan SMS, aku melanjutkan membersihkan kamarku yang
sempat terhenti sesaat, sambil menunggu balasan darinya. Sesekali aku
melihat Handphone-ku apakah sudah ada balasan dari Yogi atau belum,
namun cukup lama menunggu aku belum juga mendapatkan balasan darinya.
Sampai akhirnya aku lupa sendiri dan larut dalam pekerjaanku.
Ketika
membereskan lemari baju di kamar adikku yang cowok, aku menemukan
sekeping DVD tanpa cover. Karena penasaran aku mencoba menyetel DVD
tersebut di ruang tengah.
Di
layar TV sekarang terpampang sepasang bule yang sedang saling mencumbu.
Pertama mereka saling berciuman, kemudian satu persatu pakaian yang
melekat mereka lepas. Si cowok mulai menciumi leher ceweknya, kemudian
turun ke payudara. Si cewek tampak menggeliat menahan nafsu yang
membara. Badanku gemetar dan jantungku berdegup kencang karena ternyata
DVD tersebut adalah Blue Film.
Aku
yang tadinya berniat menghentikan film tersebut dan mengembalikan ke
tempatnya, memutuskan untuk melanjutkan saja. Di tengah-tengah film,
pikiranku menerawang mengingat saat terakhir aku dan teman-teman kampus
Dewi menonton DVD seperti itu yang dilanjutkan bersetubuh dengan
mereka.
Birahiku tiba-tiba saja
semakin tinggi. Aku memang sudah seminggu ini tidak melakukan
masturbasi. Sehingga selama menonton, tanpa sadar bajuku sudah tidak
karuan. Kaos berwarna hitam yang aku pakai, sudah terangkat sampai di
atas payudara. Kemudian Bra-ku sudah dalam keadaan terlepas.
Kuelus-elus sendiri payudaraku sambil sesekali kuremas. Sungguh enak
sekali rasanya, apalagi kalau sampai terkena putingnya.
Celana
pendekku sudah aku turunkan sampai sebatas mata kaki, lalu tanganku
aku masukan ke balik celana dalam dan langsung menggosok-gosok
klitorisku. Sensasinya sungguh luar biasa! Semakin lama aku semakin
gencar melakukan masturbasi, rintihanku semakin keras. Tangan kananku
semakin cepat menggosok klitoris, sementara yang satunya sibuk
meremas-remas toketku sendiri.
“Oohh.. Ooohh..” desahku yang sudah merasa hampir mencapai orgasme.
Tiba-tiba, pintu depan diketok. Tentu saja aku gelagapan memakai pakaianku yang terbuka disana-sini. Setelah itu aku mematikan DVD player tanpa sempat mengeluarkan Disc-nya.
“Aduh gawat…!!” pikirku panik.
“Siapa ya? Apa jangan-jangan Ayah dan Ibu? Tapi kan baru sebentar…” aku mulai kuatir.
Dengan
terburu-buru aku membukakan pintu. Ternyata di depan pintu berdiri
sosok yang sudah aku kenal, yaitu Yogi mantan pacar adikku.
“Halo Teteh! Tadi SMS Yogi ya? Maaf ya udah lama gak main nih…” katanya dengan ceria.
“Kirain Yogi gak bisa datang? Kok nggak jawab SMS Teteh dulu sih?” tanyaku.
“Emang sengaja Teh. Kan Yogi mau ngasih surprise sama keluarga mantan pacar nih…” jawabnya sambil tersenyum cuek.
“Oh gitu? Teteh kirain Yogi udah nggak mau lagi main ke rumah…” candaku sambil mempersilakan duduk di ruang tamu.
Yogi tersenyum mendengar candaku, mungkin dia juga sudah sangat kangen dengan sikap akrab yang diberikan oleh keluargaku.
“Kok sepi banget sih Teh? Yang lain lagi pada kemana?” tanyanya bingung melihat suasana rumahku yang lengang.
“Sedang
ada acara masing-masing tuh. Dewi juga lagi pergi sama temannya, jadi
di rumah cuma ada Teteh doang. Maaf ya Teteh gak kasih tau Yogi
sebelumnya. Abisnya Teteh juga udah lama gak ngobrol sama Yogi sih…”
aku mencoba menerangkan dan berharap Yogi dapat maklum.
Terus
terang saja, aku sudah sangat kangen dengan Yogi. Ternyata Yogi
pun mau mengerti maksudku. Apalagi dia juga sudah menganggap keluargaku
seperti keluarga sendiri, dia saja memanggil namaku dengan ‘Teteh’
berbeda dengan kebanyakan teman-teman Dewi yang memanggilku dengan
‘Kakak’. Maklum saja keluarga Yogi termasuk Broken Home, tapi tidak
berarti dia nakal seperti layaknya anak yang tumbuh tanpa pengawasan
orangtua.
Karena sudah lama aku
tidak mengrobrol dengan Yogi, kami berbicara banyak mengenai
berbagai hal. Aku juga sempat memperhatikan di usianya yang menginjak
17 tahun, ia mulai tumbuh sebagai seorang pria dewasa. Walaupun secara
fisik wajahnya yang terbilang biasa saja belum banyak berubah, tinggi
badannya juga masih tidak berbeda denganku, hanya sekitar 160 cm. Tapi
sikapnya yang sekarang sudah jauh lebih dewasa.
Setelah
cukup lama mengobrol, aku baru sadar kalau tubuhku dalam keadaan kotor
setelah berberes rumah. Aku kemudian pamit dengan Yogi untuk mandi.
Setelah aku selesai mandi dan berpakaian, aku mengajaknya untuk makan
siang bersama. Di saat makan, aku merasa Yogi terus memperhatikan
tubuhku yang saat itu memakai kaos putih ketat dan hotpants warna
kulit.
“Huh, dasar cowok! Dimana-mana sama aja…!” omelku dalam hati.
Namun aku bisa memaklumi dia, karena pasti tubuh mungilku saat itu terlihat sangat sexy dan menggiurkan.
“Ada apa gi? Kok ngelamun sih? Lagi mikirin Dewi ya?” aku berpura-pura menanyakan hal lain untuk menyadarkan lamunannya.
“Ah, enggak kok Teh. Dewi kan sekarang udah punya pacar baru…” ujar Yogi sekenanya.
“Yogi
jangan pulang buru-buru yah. Tadi Teteh udah kasih tau ke Dewi kalau Yogi sedang ada di rumah…” kataku berharap supaya Yogi dapat
lebih lama di sini.
“Iya deh Teh. Yogi juga mau di sini dulu sampe semuanya pulang…” jawabnya.
“Ya udah, Yogi nonton TV dulu aja. Teteh mau masuk ke kamar dulu. Mau istirahat sebentar…” lanjutku.
“Ya udah Teh, nggak apa-apa kok. Teteh istirahat aja dulu…” kata Yogi.
Setelah
pamit ke Yogi, aku beranjak masuk ke kamar tidur. Setelah menutup
pintu kamar, aku bercermin. Wajahku terbilang manis, kulit kuningku
juga bersih dan mulus karena sering luluran. Walaupun badanku mungil,
tapi terbilang proporsional. Bajuku kemudian aku lepas dan mencopot
Bra-ku, karena aku terbiasa tidur tanpa menggunakan Bra. Kemudian aku
memperhatikan payudara milikku yang berukuran kecil namun kencang, dan
tentu saja semakin membuat tubuhku tampak indah, karena sesuai dengan
postur mungilku.
Aku tersenyum
sendiri melihat hotpants-ku yang memang membuat aku tampak sexy. Pantas
saja Yogi sampai memperhatikan tubuhku seperti itu. Aku yang dalam
keadaan cukup lelah, merebahkan diriku sebentar di atas kasur tanpa
memakai kaos dan mencoba beristirahat sejenak. Belum lama beristirahat,
aku mendengar suara rintihan dari ruang tengah yang tepat berada di
depan kamarku. Astaga! Aku baru ingat, itu pasti suara dari DVD porno
yang lupa aku keluarkan tadi. Apa Yogi sedang menyetelnya?
Penasaran, aku pun bangkit dari tempat tidurku, dengan terburu-buru aku
memakai kaos tanpa sempat memakai Bra terlebih dahulu, kemudian dengan
perlahan-lahan aku keluar dari kamarku.
Begitu
aku membuka pintu kamar, aku melihat pemandangan yang mendebarkan. Yogi sedang berada di karpet depan TV sambil mengeluarkan penisnya
dan mengocok-ngocoknya sendiri. Ternyata penisnya cukup besar juga
untuk anak seusia dia, kurang lebih sekitar 14 cm dan sudah tampak
tegang sekali.
Aku berpura-pura
batuk, kemudian dengan tampang seolah-olah mengantuk aku mendekati Yogi dan ikut duduk disampingnya. Dia tampak kaget menyadari aku
sudah berada di sampingnya. Lalu dengan terburu-buru dia memasukkan
penisnya ke dalam celananya lagi.
“Eh, Te…teh ga-ak jadi istira…hat ya…?” kata Yogi salah tingkah bercampur gugup.
Kemudian dengan wajah panik dia mengambil remote DVD dan hendak mematikan filmnya.
“Iya
nih Land, gerah banget di dalam. Eh, filmnya nggak usah dimatiin. Kita
nonton berdua aja yuk! Kayaknya seru tuh…” ujarku sambil menggeliat
sehingga menonjolkan payudaraku yang hanya terbungkus oleh kaos putih
ketatku saja.
“Hah? Teteh mau i-ikut nonton…? Jangan Teh Yogi malu…” katanya gugup.
“Kok Yogi masih malu? Kayak sama siapa saja. Yogi kan sudah seperti
keluarga sendiri, masa masih malu sama Teteh?” kataku meyakinkannya.
“I-iya deh…” jawab Yogi dan tidak jadi mematikan DVD-nya.
Dengan
santai aku duduk di samping Yogi sambil ikut menonton. Aku
mengambil posisi bersila sehingga hotpants-ku semakin tertarik dan
memperlihatkan paha mulusku. Adegan-adegan erotis yang diperlihatkan
bintang porno itu memang sungguh menakjubkan, mereka bergumul dengan
buas dan saling menghisap. Aku melirik ke arah Yogi yang sejak tadi
bergantian antara memandangi adegan panas tersebut dan terkadang juga
melihat ke arah paha dan payudaraku. Terlihat ia berkali-kali menelan
ludahnya. Nafasku juga mulai memburu karena terangsang melihat Film
tersebut.
“gi, kamu udah pernah bersetubuh?” tanyaku tiba-tiba.
“Eh, kok Teteh tau-tau nanya kayak gitu sih?” jawab Yogi bingung.
Yogi agak kaget mendengar pertanyaanku, soalnya saat itu matanya asyik
mencuri pandang ke arah puting payudaraku yang tercetak pada kaos
putihku. Aku semakin memanaskan aksiku, sengaja kakiku kubuka lebih
lebar sehingga sekarang cetakan vagina pada Hotpants-ku terlihat jelas.
“Gak usah malu gi. Teteh bisa jaga rahasia kok…!” tanyaku semakin penasaran.
“Belum pernah kok Teh… Beneran deh!” jawab Yogi tersipu.
“Tapi kamu udah sering nonton Film kayak gini kan?” pancingku.
“Lumayan
sering sih Teh. Tapi paling Yogi nontonnya rame-rame, atau kalo
lagi nonton sendirian sambil ngocok deh…” jawabnya mulai santai.
“Gi, menurut kamu Teteh cantik gak sih?” lanjutku terus menggoda Yogi.
“Iya Teh! Sebenernya dari dulu Yogi udah merhatiin kalo Teteh tuh cantik…” timpal Yogi.
Merasa
dipancing seperti itu Yogi mulai memberanikan diri untuk memegang
tanganku. Aku sedikit kaget, namun membiarkan tanganku dibelai oleh
telapak tangannya. Terasa benar bahwa telapak tangan Yogi basah oleh
keringat karena gugup. Karena aku biarkan, dia terus membelai-belai
bagian tangan seraya perlahan-lahan mulai naik untuk mengusap
pergelangan tanganku. Aku pasrah saja ketika Yogi memberanikan diri
melingkarkan tangannya pada bahuku. Namun tampaknya ia belum berani
untuk menatap mataku. Sambil terus memeluk bahuku, tangan kanannya
mulai berani memegang-megang payudaraku.
“Enak ya Teh diginiin…?” tanya Yogi disela permainan tangannya.
“Emph… Emph…” aku hanya merintih menikmati remasan Yogi pada payudaraku.
Sambil
memegang payudaraku, dengan ganas Yogi mulai menciumi bibir dan
leherku. Akupun dengan tak kalah ganasnya membalas ciuman-ciumannya.
Keganasan kami berdua membuat suasana ruangan ini menjadi riuh oleh
suara-suara kecupan dan rintihan-rintihan erotis. Setelah beberapa
menit kami berciuman, aku yang sudah terangsang berat berniat untuk
melanjutkan ke bagian yang lebih jauh lagi.
“Gi… Sebentar deh. Teteh buka kaos dulu ya…” kataku menghentikan pegangannya.
Yogi hanya mengangguk mendengar kata-kataku. Tentu saja dia pasti sudah
tidak sabar untuk melihat payudaraku yang tanpa terbungkus apa-apa.
“Gi,
payudara Teteh bagus gak?” ketika aku sudah mencopot kaos ketatku
sehingga payudaraku sudah terpampang jelas di hadapannya.
“Ba-bagus Teh…!” jawabnya dengan terbata-bata.
Yogi tampak melotot menyaksikan bagian atas tubuhku yang menggoda. Hal itu
malah membuat aku semakin terangsang dan melanjutkan perbuatanku.
Merasa terus dipancing seperti itu, Yogi tampaknya tidak tahan lagi.
Ia langsung melumat bibirku sambil meraba-raba payudaraku yang sudah
tidak tertutup apa-apa lagi. Aku memejamkan mata meresapinya, Yogi
semakin ganas menciumiku ditambah lagi tangannya berusaha memainkan
vaginaku dari luar. Sambil melumat, lidahnya mencari-cari dan berusaha
masuk ke dalam mulutku, dan ketika berhasil lidahnya bergerak bebas
menjilati lidahku sehingga lidahku pun ikut bermain. Sambil memejamkan
mata aku mencoba untuk mengikuti arus permainan. Dengan kuluman lidah Yogi yang agresif, ditambah remasan-remasan telapak tangannya pada
kedua payudaraku, birahiku pun dengan cepat naik. Sementara di bawah
sana kurasakan tangan Yogi sudah mulai meraba pahaku yang mulus.
“Aaaaahh Yogiiiiii…. Aaaahhhhhhh….” aku mendesah panjang merasakan nikmat yang melanda diriku.
“Mulus banget paha Teteh! Bikin gemes Yogi aja nih…!” sahut Yogi sambil tangannya merayap naik lagi ke selangkanganku.
“Sekarang giliran Teteh yang liat badan Yogi!” pintaku kepada Yogi.
Yogi yang tadinya malu-malu semakin salah tingkah mendengar permintaanku.
Karena sudah sangat bernafsu aku memaksa Yogi untuk mencopot seluruh
pakaiannya hingga dia bugil. Aku semakin terangsang melihat tubuh
bugil Herland dari dekat. Badannya walaupun agak kurus tapi cukup
berotot. Penisnya sudah mengacung tegak dan membuat jantungku berdebar
cepat. Entah kenapa, kalau waktu dulu ngebayangin bentuk penis cowok
aja rasanya jijik tapi ternyata sekarang malah membuat darahku
berdesir.
“Wah penis kamu udah tegang banget Land! Bentuknya bagus… Teteh boleh isep ya…!?” tanyaku tidak sabar.
Tanpa menunggu persetujuannya aku langsung mengocok, menjilat dan mengulum batang kemaluannya dengan semangat.
“Slurp… Slurp… Slurp… Mmmh! Slurp… Slurp… Slurp… Mmmh…” penis Yogi terasa nikmat sekali di mulutku.
“Teh…
Aaaah… Enaaakk…! Dari dulu emang Yogi pengen banget ngerasain mulut
Teteh ngisep kontol Yogi. Akhirnya kesampaian juga…!” katanya
sambil terus menikmati hisapanku pada penisnya.
Aku semakin bernafsu menghisap penisnya, terkadang aku juga menjilat buah zakarnya sehingga Yogi mulai mendesah.
“Hmm… nikmat banget penis kamu Gi!” kataku memuji kenikmatan penisnya.
“Aaaaahh.. Eeennakk banget! Teteh udah pengalaman yah?” ceracau Yogi menikmati hisapanku.
Aku
hanya melanjutkan hisapanku tanpa menghiraukan pertanyaan Yogi.
Setelah beberapa menit merasakan hisapanku pada penisnya, Herland
akhirnya tak kuat lagi menahan nafsu. Didorongnya tubuhku hingga
terlentang di karpet, lalu diterkamnya aku dengan ciuman-ciuman
ganasnya. Tangannya tidak tinggal diam dan ikut bekerja meremas-remas
payudaraku.
“Ahh… Mmmh.. Uuuh.. Eenak Gi…” desahku keenakan.
Aku
benar-benar merasakan sensasi luar biasa. Sesaat kemudian mulutnya
menjilati kedua putingku sambil sesekali diisap dengan kuat.
“Auwh… Nikmaaaat bangeett… Aaah…!” desahanku semakin kencang.
Aku
menggelinjang, tapi tanganku justru semakin menekan kepalanya agar
lebih kuat lagi mengisap pentilku. Sejurus kemudian lidahnya turun ke
arah vaginaku. Tangannya menarik Hotpants dan celana dalamku. Mata Yogi seperti mau copot melihat vaginaku yang sudah tidak tertutup
apa-apa lagi.
“Vagina Teteh bagus gak Gi bentuknya..?” tanyaku penasaran.
“Bagus banget Teh! Yogi suka banget memek yang nggak ada bulunya kayak gini. Mana masih rapet banget lagi…” jawabnya.
Sekarang
tangannya bergerak menyelinap diantara kedua pangkal pahaku. Lalu
dengan lembut Yogi membelai permukaan vaginaku. Sementara tangan
yang satunya mulai naik ke payudaraku, darahku makin bergolak ketika
telapak tangannya meremas-remas dadaku.
“Sshhhh…” desahku dengan agak gemetar ketika jarinya mulai menekan bagian tengah kemaluanku.
Jari
tengah dan telunjuknya menyeruak dan mengorek-ngorek vaginaku, aku
meringis ketika merasakan jari-jari itu bergerak semakin cepat
mempermainkan nafsuku. Sementara selangkanganku makin basah oleh
permainan jarinya, jari-jari itu menusuk makin cepat dan dalam saja.
Hingga suatu saat birahiku sudah mulai naik, mengucurlah cairan
pra-orgasmeku. Aku mengatupkan pahaku menahan rasa geli sekaligus
nikmat di bawahku sehingga tangan Yogi terhimpit diantara kedua paha
mulusku.
“Eemmhh… Enaaaakk bangeettt…!” aku terus mendesah membangkitkan nafsu Yogi.
Setelah
dia cabut tangannya dari kemaluanku, nampak jari-jarinya sudah
belepotan oleh cairan bening yang kukeluarkan. Dia jilati cairanku
dijarinya itu, aku juga ikutan menjilati jarinya merasakan cairan
cintaku sendiri. Kemudian dia cucukkan lagi tangannya ke kemaluanku,
kali ini dia mengelus-ngelus daerah itu seperti sedang mengelapnya.
Setelah
puas memainkan jari-jarinya di vaginaku, kurasakan Yogi mulai
menjilati pahaku yang mulus, jilatannya perlahan-lahan mulai menjalar
menuju ke tengah. Kemudian Yogi membuka vaginaku lebar-lebar
sehingga klitorisku menonjol keluar, aku hanya dapat bergetar saat
kurasakan lidahnya menyusup ke pangkal pahaku lalu menyentuh bibir
vaginaku. Bukan hanya bibir vaginaku yang dijilatinya, tapi lidahnya
juga masuk ke liang vaginaku, rasanya sungguh nikmat, geli-geli enak
seperti mau pipis. Yogi terus menjilatinya dengan rakus sambil
sesekali menggigit kecil klitorisku atau terkadang dihisapnya dengan
kuat. Tangannya juga terus mengelus paha dan pantatku yang mempercepat
naiknya libidoku.
“Aaahh Yogiiiiiiii!! Uuuhh.. Eenak… Terus…!” jeritku.
“Slurp… Slurp… memek Teteh gurih banget… Mmmh… Slurrrppp…” katanya disela-sela menjilati vaginaku yang sudah mulai basah.
Yogi terus menjilati vaginaku sampai akhirnya aku nggak tahan lagi. Tidak
sampai lima menit, tubuhku mulai mengejang, rasa nikmat itu menjalar
dari vagina ke seluruh tubuhku.
“Aaaaaaaaaahh…” aku menjerit panjang merasakan nikmat pada seluruh tubuhku.
Tampaknya aku mencapai orgasme yang pertama akibat permainan jari ditambah dengan jilatan-jilatan lidah Yogi pada vaginaku.
Aliran orgasmeku diseruputnya dengan bernafsu. Aku mendesis dan meremas rambutnya sebagai respon atas tindakannya. Vaginaku terus dihisapinya selama kurang lebih lima menitan. Sensasi itu berlangsung terus sampai kurasakan cairanku tidak keluar lagi, barulah kemudian Yogi melepaskan kepalanya dari situ, nampak mulutnya basah oleh cairan cintaku.
Aliran orgasmeku diseruputnya dengan bernafsu. Aku mendesis dan meremas rambutnya sebagai respon atas tindakannya. Vaginaku terus dihisapinya selama kurang lebih lima menitan. Sensasi itu berlangsung terus sampai kurasakan cairanku tidak keluar lagi, barulah kemudian Yogi melepaskan kepalanya dari situ, nampak mulutnya basah oleh cairan cintaku.
“Emang enak banget deh cairan memeknya Teteh…!!” puji Yogi kepadaku.
“Yogi jago banget sih bisa bikin keluar Teteh…” aku juga ikut memuji Yogi.
“Teteh udah keluar kan? Sekarang giliran Yogi yah…” pintanya.
“Yogi mau Teteh apain?” tanyaku yang masih dalam keadaan lemas karena baru mencapai orgasme.
“Sepongin kontol Yogi lagi dong! Abisnya bikin ketagihan sih!” jawab Yogi.
Lalu Yogi duduk di sofa sambil kembali memamerkan penis miliknya yang
sudah sangat tegang. Aku bersimpuh dihadapannya dengan lututku sebagai
tumpuan. Kuraih penis itu, pertama kukocok dengan lembut kemudian
semakin cepat dan pelan lagi. Hal itu tentunya semakin memainkan birahi Yogi.
“Aaaah… Teteeeeh…! Enaak bangeeet…” Yogi semakin mendesah kencang.
Setelah
puas mengocok-ngocok penisnya, aku mulai menjilati batangnya dengan
pelan. Mungkin karena Yogi sudah dikuasai hawa nafsu, dengan
setengah memaksa dia mengarahkan batang penisnya ke mulutku yang dan
kemudian menjejali penisnya ke mulutku. Aku yang tak punya pilihan lain
langsung memasukkan penis itu ke mulutku. Kusambut batangnya dengan
kuluman dan jilatanku, aku merasakan aroma khas pada benda itu, lidahku
terus menjelajah ke kepala penisnya. Lalu kupakai ujung lidahku untuk
menyeruput lubang kencingnya. Hal itu membuat Yogi blingsatan sambil
meremas-remas rambutku.
“Sluurpp… Sluuuurp… Mmmmmh..” desahku sambil menikmati setiap jengkal penisnya.
“Enak ya Gi…? Hmm…?” tanyaku sambil mengangkat kepala dari penis Yogi dan menatapnya dengan senyum manisku
“Enaaak banget Teh…” Yogi mendesah-desah keenakan.
Yogi mulai mengerang-erang keenakan, tangannya meremas-remas rambutku dan
kedua payudaraku. Aku semakin bernafsu mengulum, menjilati dan mengocok
penisnya. Kusedot dengan keras penis hitam itu. Kubuat pemiliknya
medesah-desah, aku juga memakai lidahku untuk menyapu batangnya. Aku
dapat melihat ekspresi kenikmatan pada wajah Yogi akibat teknik
oralku.
Karena Yogi sudah hampir keluar, aku melepaskan hisapanku pada penisnya
dan mulai mengocoknya. Aku semakin bersemangat memainkan penis miliknya
yang kepalanya sekarang berwarna lebih kehitaman. Semakin lama aku
semakin cepat mengocoknya.
“Aaahh… Yogi keluaaaarrr Teeeh..!!” desahan Yogi semakin kencang.
“Croot..
Croot..” tak lama kemudian penisnya menyemburkan sperma banyak sekali
sehingga membasahi rambut mulut, wajah, payudara dan hampir seluruh
tubuhku. Dengan sigap aku menelan dan menjilati sperma Herland seperti
seorang yang menjilati es krim dengan nikmatnya. Aku benar-benar
menikmati permainan ini.
“Eeehhmmm… Sluuurp…” aku terus menikmati menghisap penisnya.
Kemudian
aku meneruskan untuk mengusap dan aku jilati semua spermanya yang
berceceran di tubuhku sampai tak tersisa. Lalu aku hisap penisnya
dengan kuat supaya sisa spermanya dapat kurasakan dan kutelan. Setelah
aku yakin spermanya sudah benar-benar habis, aku melepaskan hisapan
pada penisnya, kemudian benda itu mulai menyusut pelan-pelan.
“Nikmatnya sperma kamu Gi…” bisiknya mesra seraya menjilat sisa-sisa spermanya yang masih menempel pada bibirku.
“Obat awet muda ya Teh…” kata Yogi bercanda.
“Yaa begitulah… Makanya Teteh tetep awet muda kan?” aku ikut membalas candanya.
Walaupun
sudah sempat mencapai orgasme, namun birahiku belum juga padam. Aku
berpikiran untuk melanjutkan permainan kami ke tahap selanjutnya.
“Yogi.. Ayo sekarang masukin penis Yogi ke vagina Teteh! Udah nggak tahan nih…” perintahku yang masih dikuasai hawa nafsu.
Tanpa
pikir panjang lagi, Yogi lalu mengambil posisi duduk, kemudian
diacungkan penisnya dengan ke arah lubang vaginaku. Aku mengangkangkan
kakiku lebar-lebar siap menerima serangan penisnya. Pelan-pelan
dimasukkannya batang penisnya itu ke dalam vaginaku.
“Uuhh… Nnggghhh…!” desisku saat penis yang sudah sangat keras itu membelah bibir kemaluanku.
“Teteh
mau tau apa yang pengen Yogi lakuin ke Teteh dari dulu? Yogi
pengen ngentot Teteh sampai ketagihan…!!” katanya sambil tersenyum
nakal.
“Aaaauw… Pelan-pelan dong Gi… Aaakh…” desahku sedikit kesakitan.
Walaupun sudah tidak perawan lagi, tapi vaginaku masih sempit. Mungkin juga karena penis Yogi termasuk besar ukurannya.
“Auuhh.. Enaaak Gi…” desahku yang semakin merasakan nikmat.
Yogi tampak merem-melek menahan nikmat. Tentu saja karena Yogi baru
pertama kali melakukan ini. Lalu dengan satu sentakan kuat penisnya
berhasil menancapkan diri di lubang kenikmatanku sampai menyentuh
dasarnya.
“Aaaahh… Nikmaat bangeett Giii….” teriakku.
Aku
melonjakkan pantatku karena merasakan kenikmatan yang luar biasa.
Kurasakan cairan hangat vaginaku mengalir di pahaku. Masa bodoh dengan
status Yogi yang adalah mantan pacar adikku! Sudah kepalang tanggung
pikirku, aku ingin merasakan nikmatnya bersetubuh hingga orgasme
dengan Yogi. Sesaat kemudian Yogi memompa pantatnya maju mundur.
“Jrebb! Jrebb! Jrubb! Crubb!” suara penisnya sedang keluar masuk di vaginaku.
“Aakh…! Aaaakh…! Nikmaaat banget… Giii…” aku meneriakkan nama Yogi.
Aku
menjerit-jerit karena merasakan nikmat yang luar biasa saat itu.
Vaginaku yang sudah basah sekarang dimasuki dengan lancar oleh penis Yogi yang sangat tegang itu.
“Ooh… Lebih keras lagiii Giii… Lebih cepaaat…” jeritku kenikmatan.
Keringat
kami yang bercucuran menambah semangat gelora birahi kami. Tapi Yogi malah mencabut penisnya, mungkin ia lelah dengan posisi ini.
“Dasar ABG…!” umpatku dalam hati.
Aku
jadi tidak sabar lalu bangkit dan mendorongnya hingga telentang.
Kakiku kukangkangkan tepat di atas penisnya, dengan birahi yang
memuncak kuarahkan batang penis Yogi untuk masuk ke dalam liang
vaginaku.
“Ooooooh.. Yoooggiiiiiiii…!!” aku menjerit keenakan.
Lalu dengan semangat aku menaik turunkan pantatku sambil sesekali aku goyangkan pinggulku.
“Ouuh.. Memek Teteh enak bangeeet…! Penis Yogi serasa dipijat…” desahnya.
“Uggh.. Uuuh.. Penis Yogii… Juga nikmaat…” aku juga memuji keperkasaan penisnya.
Kedua
tubuh kami sudah sangat basah oleh keringat. Karpet di ruangan ini pun
sudah basah oleh cairan sperma Yogi maupun lendir yang meleleh dari
vaginaku. Namun entah kekuatan apa yang ada pada diri kami, kami masih
saling memompa, merintih, melenguh, dan mengerang. Aku menghujamkan
vaginaku berkali-kali dengan irama sangat cepat. Aku merasa semakin
melayang. Bagaikan kesetanan aku menjerit-jerit seperti kesurupan.
Akhirnya setelah setengah jam kami bergumul, aku merasa seluruh tubuhku
bergetar hebat.
“Teeeh… Yogi bentar lagi keluar nih…!” erangnya panjang sambil meringis.
Hal yang sama pula dirasakan olehku, aku tidak sanggup lagi menahan gelombang orgasme yang menerpaku demikian dahsyat.
“Aaaaaah…
Teteeeh juga udah mau keluar Gi…!! Kita keluar sama-sama Gi…!!”
aku berteriak kencang karena sudah hampir mencapai orgasme.
“Oooohh… Teeehhh… Aaaaaahh…!!” Yogi berteriak panjang.
Goyanganku
semakin kupercepat dan pada saat yang bersamaan kami berdua saling
berciuman sambil berpelukan erat. “Cret.. Cret..” kami berdua mengerang
dengan keras sambil menikmati tercapainya orgasme pada saat yang
bersamaan. Aku dapat merasakan spermanya yang menyembur deras di
dalamku, sedangkan vaginaku juga mengeluarkan cairan yang sangat
banyak, tanda aku sudah mencapai orgasme untuk yang kedua kalinya. Dari
selangkanganku meleleh cairan hasil persenggamaan kami. Aku memeluk
erat-erat tubuh Yogi sampai dia merasa sesak karena aku memeluknya
dengan sangat kencang. Kami seakan sudah tidak peduli bila tetangga
sebelah rumahku akan mendengarkan jeritan-jeritan kami.
Yogi mencabut penisnya vaginaku dan akhirnya kami berdua hanya bisa
tergeletak lemas di atas karpet dengan tubuh bugil bermandikan
keringat.
“Aaahh… Gi… kamu hebaaat banget Gi…” pujiku sambil mengistirahatkan tubuh yang sudah lemas ini.
“Yogi
ju… ga Teh… Haaah…. Haaaah… Terima kasih untuk kenik… matan ini… Belum
pernah Yogi merasakan nikmat yang luar biasa seperti ini…” jawab Yogi sambil terengah-engah seraya mengecup keningku dengan mesra.
Setelah
merasa kuat untuk bangun, kami berdua beranjak ke kamar mandi untuk
membersihkan diri dari sperma, keringat dan liur. Tapi di kamar mandi
kami tidak melakukan persetubuhan lagi, melainkan hanya berciuman
dengan mesra saja, karena kami takut tiba-tiba Dewi atau keluargaku
yang lain akan segera pulang. Siraman air pada tubuhku benar-benar
menyegarkan kembali pikiran dan tenagaku setelah seharian penuh
‘bermain’ dengan Yogi.
Kami
berdua pun membersihkan ruang di sekitar ‘medan laga’ tadi dengan
menyemprot pengharum ruangan untuk menutupi aroma bekas persenggamaan
tadi. Setelah beres, kami pun sedikit berbincang mengenai kejadian
tadi. Aku yang sempat ragu apa benar Yogi belum pernah bersetubuh,
karena dia sudah terlihat ahli, bertanya lagi kepadanya. Ternyata dari
pengakuannya, memang Yogi belum pernah melakukan persetubuhan dengan
siapapun, termasuk Dewi. Yogi mengaku melakukan ini hanya
berdasarkan yang dia lihat dari DVD ataupun internet saja.
Di
dalam pikiranku, aku juga merasa bersalah sekaligus kasihan kepada
Dewi yang belum sempat merasakan nikmatnya penis Yogi. Tentu saja
kehilangan keperjakaan dengan kakak mantan pacarnya adalah pengalaman
yang sangat mengesankan bagi Yogi. Dia berharap kami dapat
melakukannya lagi kapan-kapan. Aku pun juga berharap dapat menikmati
penis Yogi lebih sering lagi..
.
Posted by 12.55 and have
0
komentar
, Published at
Tidak ada komentar:
Posting Komentar